Senin, 02 Juni 2014

pengertian hadits mudallas

1. Definisi Tadlis
a. Menurut bahasa: Mudallas merupakan isim maf’ul dari kata at-Tadlis. Tadlis sendiri menurut bahasa menyembunyikan cacatnya barang dari si pembeli. Tadlis juga berasal dari pecahan kata ad-dalasa, yang berarti kegelapan atau bercampurnya kegelapan, seperti yang dijumpai di dalam kamus. Mudallas itu seolah-olah menutup-nutupi sesuatu yang ada pada hadits, menggelapkannya, sehingga haditsnya dinamakan Mudallas.
b. Menurut istilah: menyembunyikan cacat yang ada pada sanad lalu menampakkannya bagus.
2. Pembagian Tadlis
Tadlis terbagi menjadi dua: tadlis isnad dan tadlis syuyukh
3. Tadlis Isnad
Para ulama hadits telah mendefinisikan tadlis dengan definisi yang bermacam-macam. DR. Mahmud Thahan memilih definisi yang paling baik dan cermat, menurutnya, yaitu definisi menurut Imam Abu Ahmad bin Amru al-Bazzar dan Abu al-Hasan bin Qaththan. Definisinya sebagai berikut:
a. Definisi tadlis isnad: jika si rawi meriwayatkan suatu hadits yang tidak pernah (hadits itu) dedengarnya dari orang yang pernah didengar (hadits-haditsnya), tanpa menyebutkan bahwa si rawi pernah mendengar (hadits tersebut) darinya.
b. Penjelasan definisi: penjelasan terhadap definisi tadlis isnad adalah, seorang rawi meriwayatkan sejumlah hadits yang didengarnya dari guru (syaikh)nya; akan tetapi hadits yang di-tadlis-kannya itu belum pernah didengar dari gurunya tadi, melainkan dari gurunya yang lain dan ia gugurkan gurunya yang lain itu. Ia meriwayatkan hadits tersebut dengan lafadz yang mengandung makna as-sima’ atau sejenisnya, seperti kata qaala (telah berkata) atau ‘an (dari) agar orang lain mengira bahwa ia telah mendengar hadits tersebut dari gurunya. Ia tidak mengatakan: sami’tu (aku mendengar) atau haddatsani (telah menuturkan kepadaku) sehingga tidak dianggap dusta. Orang yang ia gugurkan itu bisa satu orang atau lebih.
c. Perbedaan antara tadlis isnad dengan mursal khafi: setelah menyinggung definisi di atas, Abu al-Hasan bin al-Qaththan mengatakan: “Perbedaan antara tadlis isnad dengan mursal khafi adalah, mursal khafi itu si rawi meriwayatkan (hadits) dari orang yang belum pernah didengarnya sama sekali.” Jadi tampak jelas bahwa baik mudallas maupun mursal khafi, sama-sama si rawi meriwayatkan suatu hadits yang hadits itu tidak pernah didengar dari gurunya, dengan menggunakan lafadz yang mengandung maksa as-sima’ atau semacamnya. Hanya saja, untuk hadits mudallas, si rawi telah mendengar dari gurunya hadits-hadits lain, selain yang ditadlis. Berbeda dengan mursal khafi, si rawi memang belum pernah mendengarnya dari guru tersebut selamanya, baik itu hadits-hadits yang dimursalkannya atau pun yang lain. Namun, si rawi berada semasa dengan syekh tadi atau pernah bertemu dengannya.
d. Contoh hadits tadlis isnad: hadits yang dikeluarkan oleh al-Hakim yang sanadnya bersandar pada Ali bin Khasyram, yang berkata: Ibnu ‘Uyainah telah berkata kepada kami dari az-Zuhri, lalu ditanyakan kepadanya: “Apakah engkau mendengarnya dari az-Zuhri?” Ia menjawab: “Tidak, bahkan tidak juga dari orang yang mendengarnya dari az-Zuhri. Telah menuturkan kepadaku Abdurrazak dari Ma’mar dari az-Zuhri.”
Di dalam contoh ini, Ibnu ‘Uyainah telah menggugurkan dua orang, antara dia dengan az-Zuhri.
4. Tadlis Taswiyah
Pada dasarnya tadlis taswiyah merupakan bagian dari tadlis isnad.
a. Definisi: jika si rawi meriwayatkan dari gurunya, tetapi si rawi menggugurkan rawi dla’if yang terletak antara dua rawi tsiqah, yang salah satu (dari dua rawi tsiqah ini) saling bertemu. Bentuk hadits tersebut (yang sebenarnya) adalah bahwa si rawi meriwayatkan suatu hadits dari gurunya yang tsiqah; guru yang tsiqah ini meriwayatkannya dari rawi dla’if, dari rawi tsiqah yang kedua. Kedua rawi tsiqah tersebut saling bertemu satu sama lain. Kemudian si mudallis mendatangkan hadits tersebut dari rawi tsiqah yang pertama, lalu ia gugurkan rawi yang dla’if pada sanadnya, sehingga sanadnya menjadi rawi tsiqah pertama dari tsiqah kedua dengan menggunakan lafadz yang mengandung pengertian seluruh rawinya tsiqah.
Jenis tadlis ini termasuk tadlis yang paling buruk, sebab rawi tsiqah yang pertama tidak diketahui tadlisnya. Si mudallis memperbaiki (membaguskan) sanadnya sesudah melakukan penyamaan terhadap rawi tsiqah yang lain, kemudian menetapkan keshahihannya. Hal ini merupakan bentuk penipuan yang sangat parah.
b. Orang-orang yang sering melakukannya: 1) Baqiyyah bin Walid. Abu Mushir berkata: “Hadits-haditsnya Baqiyyah bukanlah hadits yang bersih, hadits-haditsnya merupakan bentuk taqiyah. 2) Walid bin Muslim
c. Contohnya: hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam al-‘Ilal, yang berkata: “Aku mendengar bapakku –seraya menyebutkan hadits yang diriwayatkan Ishak bin Rahawih dari Baqiyah, telah menuturkan kepadaku Abu Wahab al-Asadi, dari Nafi’, dari Ibnu Umar sebuah hadits, ‘Jangan kalian memuji ke-islaman seseorang sebelum kalian mengetahui simpul pikirannya’-; berkata bapakku: Hadits ini bermasalah, namun hanya sedikit orang yang tahu. Hadits ini diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Amru (tsiqah) dari Ishak bin Abi Farwah (dla’if) dari Nafi’ (tsiqah) dari Ibnu Umar dari Nabi saw. Ubaidillah bin Amru nama lainnya adalah Abu Wahab, ia juga al-Asadi (berasal dari kabilah Asad). Baqiyah (dalam hadits tadi) menyebutkannya dengan nama lain (menggunakan kunyah) dan menisbahkannya kepada Bani Asad, agar tidak digugat. Sampai-sampai jika Ishak bin Abi Farwah ditinggalkan, maka hal itu tidak bisa dijadikan petunjuk.
5. Tadlis Syuyukh
a. Definisi: jika seorang rawi meriwayatkan suatu hadits yang didengar dari gurunya. Kemudian ia memberi nama, atau memberi kunyah, atau menasabkan, atau mensifatinya dengan nama lain yang tidak diketahui, supaya gurunya itu tidak dikenal.
b. Contoh: perkataan salah seorang imam qurra, Abu Bakar bin Mujahid Ahmad: “Telah menuturkan kepada kami Abdullah bin Abi Abdullah; yang dimaksudkannya adalah Abu Bakar bin Abu Daud as-Sijistani.
6. Hukum Hadits Tadlis
a. Tadlis isnad: hukumnya makruh jiddan (sangat dibenci). Kebanyakan ulama mencelanya. Di antara mereka, yang amat mencela adalah Syu’bah. Ia berkata: “Tadlis itu saudaranya dusta”
b. Tadlis taswiyah: hukumnya malah lebih dibenci lagi, sampai-sampai al-‘Iraqi berkata: “Bagi yang sengaja melakukannya, ia perusak (qadih)”
c. Tadlis syuyukh: hukum dibencinya lebih ringan dibandingkan dengan tadlis isnad, karena si mudallis tidakk menggugurkan satu orangpun. Dibenci karena menelantarkan apa yang diriwayatkannya dan mempersulit jalan untuk mengetahuinya bagi orang yang mendengar. Derajat bencinya berbeda-beda, sesuai tujuan yang dikandungnya.
7. Motivasi Perbuatan Tadlis
a) Motivasi yang mendorong tadlis syuyukh ada empat: 1) lemahnya syekh (guru) atau tidak tsiqah. 2) meninggalnya lebih akhir dibandingkan dengan syekh-syekh lain yang sekelompok. 3) usia (gurunya) lebih muda dibandingkan dengan rawi yang meriwayatkan haditsnya. 4) banyak riwayatnya (untuk mengesankan gurunya banyak), sementara ia tidak suka menyebut-nyebut nama (gurunya) dengan satu bentuk.
b) Motivasi yang mendorong tadlis isnad ada lima: 1) supaya dikira (derajat) sanadnya tinggi. 2) terlewatinya bagian hadits yang berasal dari syekh yang didengarnya, karena banyaknya. 3,4,5) tiga motivasi pertama yang ada pada tadlis syuyukh.
8. Penyebab Tercelanya Mudallis
a. Diragukannya mendengar dari syekh yang belum pernah ia dengar
b. Sengaja menutup-nutupi suatu perkara yang disembunyikan
c. Diketahui bahwa jika menyebutkan hadits yang ditadliskannya, maka ia tidak disukai
9. Hukum Riwayat Mudallis
Para ulama berbeda pendapat menerima riwayat mudallis. Akan tetapi pendapat yang masyur ada dua:
a. Riwayat mudallis tertolak secara mutlak meskipun jelas-jelas mendengar. Karena perbuatan tadlis itu sendiri merupakan perbuatan yang cacat (pendapat ini tidak bisa dijadikan sebagai pegangan)
b. Perlu dirinci lebih dahulu (ini pendapat yang shahih); 1) apabila jelas-jelas mendengar, maka riwayatnya diterima; yaitu jika berkata sami’tu (aku telah mendengar) dan yang sejenisnya, haditsnya diterima. 2) apabila tidak jelas mendengar, maka riwayatnya tidak bisa diterima; yaitu jika berkta ‘an (dari) dan sejenisnya, haditsnya tidak bisa diterima.
10. Cara Mengetahui Tadlis
a. Pemberitahuan dari si mudallisnya sendiri, apabila –misalnya- dia ditanya. Seperti yang dilakukan oleh Ibnu ‘Uyainah.
b. Penetapan salah seorang imam (hadits) yang didasarkan pada pengetahuannya yang diperoleh melalui kajian dan penelusuran
11. Kitab-kitab yang memuat tadlis maupun si mudallisnya, yang populer adalah:
a. Tiga buah kitab karya al-Khathib al-Baghdadi; satu kitab memuat nama-nama mudallis yang dinamakan at-Tabyinu li Asma al-Mudallisin. Sedangkan dua kitab lainnya berisi penjelasan jenis-jenis tadlis.
b. At-Tabyin li Asma al-Mudallisin, karya Burhanuddin bin al-Halabi (sudah diterbitkan)
c. Ta’rif Ahli Taqdis bi Maratibi al-Maushufin bi at-Tadlis, karya Ibnu Hajar (sudah diterbitkan)